Rabu, 02 Desember 2020

Memosisikan Diri Sebagai Leeteuk Super Junior

 

Happy15thAnniv_WalkTogether!

Park Jung Soo a.k.a Leeteuk Super Junior





Bagiku, sosok Leeteuk wajib dicintai.

Jangankan aku, ELF (sebutan  para fans suju) pun terkadang lebih sayang Leeteuk ketimbang biasnya sendiri. Manusia ciptaan Tuhan yang satu ini, hatinya lembut seperti malaikat katanya, tapi ku rasa iya. Manusia yang satu ini layak diibaratkan sebagai malaikat.

Yang ELF pasti paham, nah buat kalian yang tidak mau berurusan dengan kpop atau mungkin malah Super Juniornya nih aku kasih tau. Tapi sebelum itu, coba ya memosisikan diri kamu sebagai Leeteuk dulu.

Leeteuk adalah seorang leader, pemimpin maksudnya. Pemimpin Super Junior lah lebih tepatnya. Tapi aku rasa dia pun pantas di jadikan leader dari seluruh boy grup yang ada di agensi mereka. Anggota suju hingga pihak agensi memilih dirinya sebagai leader hanya karena Leeteuk berumur paling tua daripada anggota yang lainnya. Tolong digaris bawahi hanya karena berumur paling tua.

Nah, dia mengakui bahwa dia tidak mampu. Dia merasa tidak memiliki sikap pemimpin disaat dirinya harus memimpin. Harus merasa kuat agar bisa menjadi sandaran anggotanya padahal dirinya tidak sekuat itu. Dia rela melakukan apa pun asalkan anggotanya yang lebih dulu mendapatkan segala sesuatu yang mereka inginkan. Dia menahan marah, tangis, sakit hingga seluruh emosinya sendiri selama bertahun-tahun hanya demi anggotanya dan semua orang yang melihat dirinya percaya bahwa seorang Leeteuk bisa dijadikan contoh dan panutan.

Masalah yang ia hadapi bukan hanya masalah para member yang dulu berjumlah 12 orang hingga kini menyusut menjadi 8 orang. Belum lagi kalo semua anggota itu lagi gila dan susah diatur. Setiap orang memiliki masalah pribadinya masing-masing, termasuk Leeteuk. Iyakan? Manusiawi kan?

Sekarang, kalo di setiap senyum dan tawa yang diperlihatkan pada layar kaca justru terselip printilan-printilan masalahnya yang tak kunjung selesai bagaimana? Apa Leeteuk tidak boleh menangis hanya karena dia seorang laki-laki? Atau seorang pemimpin? Kenapa sejahat itu?

Memiliki banyak teman hingga sahabat yang diandalkan tidak akan menjamin permasalahan hidup akan berkurang kan ya? Yang ada malah makin bertambah. Kalo gak mau kena masalah ya jangan hidup, katanya hahaha

Ini baru sebagian yang aku dan kami ( ELF) ketahui. Sisanya tentu hanya Leeteuk yang memendamnya sendiri. Seperti ini saja aku sudah merasakan sesak. Tapi aku bersyukur saat Leeteuk memiliki teman sebaik Heechul di sampingnya. Mereka orang yang saling bertolak belakang namun saling peduli dan memerhatikan satu sama lain. Apa pun tentang Leeteuk, Heechul pasti mengerti. Begitu pun sebaliknya.




Heechul memberanikan diri untuk membawa Leeteuk ke psikolog, dan di sanalah semua perasaannya tersalurkan keluar dari mulutnya. Aku harap, semoga sejak itu Leeteuk lebih memerhatikan kesehatan mentalnya. Sebagai idol pasti banyak peristiwa yang memakan hati terjadi. Belum lagi stamina tubuh yang terus terkuras setiap tampil di atas panggung.

Jika kami (ELF) hanya dengan melihat foto atau video member Super Junior bisa mengembalikan mood yang terhempas. Bagaimana dengan mereka? Apa yang mereka lakukan saat merasa down? Menahannya kah? Atau mencari pelampiasan dengan terus mabuk soju?

Aku juga seorang pemimpin, aku adalah pemimpin atas diriku sendiri. Jika aku tidak mampu menguasai diriku sendiri, aku merasa bahwa diriku ini tidak layak dilahirkan ke Bumi. Sesempit itu memang pemikiranku. Tapi ini satu-satunya cara agar aku bisa terus berusaha.

Aku merasakan apa yang dirasakan oleh seorang Leeteuk. Tapi aku tidak bisa mengucapkan kalimat “Uri Leader (pemimpin kami) keren masih bisa bertahan hingga sekarang. Semoga bertahan sampai kami bosan” dengan mudahnya. Aku justru menangis, aku ingin menghentikan seorang Park Jung Soo menjadi leader dari Super Junior!

Inti klimaks dari memosisikan diri menjadi seorang Leeteuk adalah setiap manusia memiliki banyak pilihan. Dan di setiap pilihan akan ada rasa bahagia dan sakitnya sendiri. Leeteuk mencintai Super Junior, namun karena cinta itu ia harus merasakan sakitnya berpura-pura menjadi sosok yang kuat dan bertanggung jawab kepada orang lain.

Itu sama berarti saat kita memiliki kekasih yang kita cintai, namun tetap memilih bertahan meski terlalu sering di sakiti olehnya.

Haduuuh ini kenapa jadi bawa perasaan gini ya, hahahaha

Kamis, 27 Februari 2020

Aku adalah Hawa, Akulah Perempuan Pertama


Aku selalu percaya, kami berdua dilahirkan bersama. Tak ada yang lebih dulu, tak ada yang lebih tahu. Bukan dia yang lebih tua, bukan aku yang lebih kuasa.

Kami tumbuh bersama. Meraba setiap yang tertangkap mata, mengendus satu persatu hal yang baru. Dari sepasang bayi yang bicara hanya dengan air mata, kami menjadi kanak-kanak yang sepanjang hari bermain dan tertawa.

Setiap pagi kami berlarian di antara pohon-pohon yang penuh buah bergelantungan. Pada sore hari kami memetik bunga-bunga yang selalu mekar dan menyerbakkan wewangian. Pada hari-hari tertentu kami mencebur ke telaga penuh madu, berenang dalam cairan yang lengket, lalu saling menjilati tubuh kami hingga masing-masing kami berteriak menahan geli.

Kala rindu matahari kami menuju ke tanah lapang. Merebahkan diri diatas rumput, berpelukan, berguling-gulingan, lalu kembali terlentang. Membiarkan setiap sudut kami dihangatkan matahari, lalu dibelai nyaman oleh tangan-tangan kami. Tanganku di tubuhnya, dan tangannya di tubuhku.

Segala hal bisa kami lakukan. Semua yang kami inginkan bisa kami dapatkan. Kami diciptakan dengan kebebasan. Kami dihadirkan untuk tahu apa itu kebahagiaan. Kami hidup tanpa larangan. Kami lahir bukan untuk ketakutan.

Hingga kemudian tubuhku mekar seiring waktu, dan tubuhnya meninggi melampauiku. Ada sepasang payudara tumbuh di dadaku, sementara sebatang daging terus memanjang di selangkangannya. Kami tak lagi serupa. Dadaku yang ranum terus membuatnya kagum. Belalainya yang kokoh dan menegang, membuatku tak kuasa untuk tidak memegang.

Kami kini sepasang remaja yang penuh hasrat. Di telaga madu tubuh kami berpadu. Kami bercumbu dan saling menjilat. Teriakan kami bukan lagi karena geli. Teriakan ini adalah cara kami berterima kasih pada dia yang menciptakan kami untuk merasakan kenikmatan ini. Pada dia yang telah memahat tubuh kami hingga seindah ini. Dia yang memberi kami indera, dia yang memberi kami hasrat.

Kami lakukan hal yang sama dengan kebahagiaan yang selalu berbeda setiap harinya. Kami jelajahi setiap sudut tubuh, kami lakukan cara-cara baru, yang membuat semua yang ada di sekitar kami menahan cemburu. Pohon-pohon berbisik iri, angin berhembus gelisah, dan langit menyuarakan rindu. Mereka ingin juga merasakan apa yang tengah kami rasakan. Begitu pula dia, sosok makhluk yang dicipta sebagai penjaga. Ia berlari menemui pencipta kami.

“Mereka tidak boleh bersetubuh seperti itu,” katanya pada Tuhan.

“Kenapa?” Tuhan balik bertanya.

“Itu terlalu nikmat, ya Tuhan. Itu berbahaya.”

“Kenapa berbahaya?”

“Semua yang terlalu enak tidak baik untuk kami. Kami akan lupa padamu. Kami bisa lupa menyembahmu.”

“Tapi mereka tidak lupa kepadaku,” jawab Tuhan. “Lagipula aku menciptakan kalian bukan hanya untuk menyembahku sepanjang hari, aku mau kalian bahagia. Karena dengan bahagia, kalian pun akan membuatku bahagia.”

Penjaga tak menyerah. “Bagaimana jika semua makhluk jadi ingin melakukannya?” Ia kembali bertanya.

“Ya tinggal lakukan saja seperti apa yang mereka lakukan,” jawab tuhan

Penjaga itu terdiam. Lalu setengah berbisik ia berkata, “Tapi aku tidak kau ciptakan berpasangan.”

Tuhan tertawa. Lalu ia berkata, “Kenapa kau tak bilang saja dari tadi kau juga ingin merasakan apa yang mereka rasakan.”

Tuhan selalu murah hati. Diciptakannya sesosok makhluk yang serupa dengan diriku untuk jadi pasangan penjaga itu. Penjaga itu kegirangan. Ia sudah tak sabar. Makhluk baru itu ia angkat seperti barang, segera ia bawa pulang. Ia gunakan tubuh itu untuk mendapat nikmat yang ia mau, tanpa pernah bertanya apa perempuan itu mau. Ia jadikan dirinya penuh kuasa, sebab baginya perempuan itu ada untuk melakukan yang ia kata. “Tuhan menciptakanmu untukku. Untuk melayaniku dan mengikuti perintahku,” katanya berulang kali.

Nama tuhan senatiasa ia pinjam untuk membuat perempuan itu menurut dan percaya. Ia jadikan dirinya wakil Tuhan yang mengukur tiap pahala dan dosa. Pahala untuk setiap kepatuhan dan dosa untuk segala bentuk pembangkangan.

Aku tak tahan melihat itu semua. Kutemui Tuhan untuk bertanya, “Apakah memang seperti itu yang kau mau, wahai Tuhan?”

Tuhan menggeleng. “Aku hanya menciptakan kalian. Kalian sendiri yang yang akan menentukan bagaimana hidup kalian.”

Aku kecewa. Tapi kutemukan kebenaran dalam kata-katanya. Ia hanya menciptakan kami. Selanjutnya kehendak kami lah yang akan menentukan nasib kami.

Aku mendatangi perempuan itu. Kuajak dia pergi untuk membebaskan diri. Dia menolak. “Aku diciptakan untuk melayaninya. Aku terbuat dari rusuknya,” kata perempuan itu.
Aku marah sekali.

“Siapa bilang kamu terbuat dari rusuknya?” tanyaku.

Dia diam, tak menjawab pertanyaanku.

“Tuhan yang menciptakanmu, bukan laki-laki itu,” kataku.

Dia tetap diam. Aku tak sabar. Ku tarik tangan perempuan itu keluar dari rumahnya. Pada saat yang bersamaan penjaga itu datang. Merebut perempuan itu dan membawanya masuk kembali ke dalam rumah. Mengurung perempuan itu di dalamnya.

Aku marah kepada laki-laki itu, marah pada pencipta kami yang membiarkan semua ini terjadi. Aku tak tahan lagi tinggal di tempat abadi ini. Aku tak bisa lagi merasakan bahagia ketika tepat di depan mataku ku lihat perempuan lain begitu sengsara dan tak berdaya, sementara aku tak bisa melakukan apa-apa.

Aku memilih menyingkir. Kuajak kekasihku pergi meninggalkan tempat ini. Ia menyambut dengan senang hati. Ini akan jadi perjalanan kami. Kami akan mendapat kebebasan seutuhnya: Di mana setiap hal yang terjadi merupakan buah dari kehendak kami. Kami akan jadi manusia yang sebenarnya: Yang tak hanya hidup untuk kenikmatan kami saja.

Kami pergi atas kemauan kami sendiri. Tuhan pun tak melarang keinginan kami. Ia malah menjadikan kami utusan untuk mengabarkan pesan-pesannya pada manusia-manusia baru yang kelak akan kulahirkan.

Tapi lagi-lagi penjaga itu mengarang cerita palsu. Ia sebarkan cerita ke anak-anaknya, tentang seorang perempuan pembangkang yang membuat Tuhan murka hingga mengusirnya ke dunia. Cerita itu disebarkan turun-temurun, lalu kian menyebar ketika anak cucunya turun ke dunia,

Mereka jadikan perempuan sebagai orang yang terhukum. Mereka gunakan kisah pembangkangku untuk mengikat istri-istri mereka dan menakuti anak perempuan mereka.

Mereka ciptakan berbagai aturan yang harus dipatuhi para perempuan. Mereka bungkus sekujur tubuh indah itu dengan kain-kain hitam, mereka sembunyikan kecantikan-kecantikan itu dari semesta. “Hanya aku yang berhak,” begitu mereka selalu berkata,

Mereka tempatkan perempuan-perempuan di dalam rumah, mereka larang perempuan bersuara keras. Tawa perempuan itu memalukan. Nikmat yang dirasakan perempuan adalah sebuah kesalahan. Maka tak boleh lagi perempuan mengeluh dan bersorak saat disetubuhi. Perempuan harus diam, harus menangis!

Tak ada lagi perempuan yang bebas mengeja dan menyerukan nikmat seperti yang dulu ku lakukan. Tak akan ada lagi perempuan yang berenang bebas dan bersetubuh lepas. Mereka samakan perempuan dengan setan, yang akan selalu merayu dan menggoda hingga hidup mereka semua akan sial dan celaka. Sementara mereka terus mengumpulkan perempuan-perempuan di kamar dan memaksa mereka beranak banyak. Anak-anak yang akan meneruskan apa yang mereka ajarkan dan perintahkan.

Aku kalah. Tak mampu kusebar apa yang kuanggap benar. Selalu kalah suaraku oleh mereka yang jauh lebih banyak.

Aku tinggalkan dunia dengan kesedihan dan penyesalan panjang. Sementara namaku selalu mereka sebut setiap waktu dengan cerita-cerita palsu itu.

Aku adalah setan itu. Tubuhku adalah awal semua dosa itu.

Aku adalah Hawa. Akulah perempuan pertama.


Karya : Okky Madasari

Rabu, 13 November 2019

BAGAIMANA ISLAM MEMANDANG FENOMENA DEPRESI?

Hey, ada yang baru nih!

Saat kamu bertanya, Islam juga bisa menjawab!


Orang yang lagi depresi itu gak bisa kita pandang sesederhana "Orang beriman kok stres sih?". Karena orang beriman itu juga manusia biasa. Punya emosi, dan punya masalah. Orang beriman yang kuat sekalipun, punya peluang mengalami stres, cemas, sedih, bahkan depresi dengan berbagai tingkatan, dari yang rendah ke tinggi.

Fenomena depresi tidak bisa dipandang sebagai fenomena spiritual semata. Fenomena depresi adalah fenomena multidimensi, walaupun memang spiritual ada bagian di dalamnya. Tapi, bukan satu-satunya. Ada aspek lain di dalamnya: Aspek Psikologis, misalnya trauma masa kecil. Dan Aspek Biologis/Fisiologis, misalnya kondisi hormon.

Coba kita cek Surah Maryam ayat 22-26. Pada ayat tersebut di kisahkan bahwa Siti Maryam yang tengah bersusah payah melahirkan Nabi Isa As. Begitu kesusahannya Maryam baik secara fisik karena melahirkan, terlebih secara batin karena memikirkan bagaimana orang-orang akan menilainya nanti? Seorang perempuan yang dihormati karena kesuciannya pulang dengan bayi laki-laki? Bahkan saking merasa susahnya sampai Maryam berkata, "Alangkah lebih baik jika aku mati sebelum ini dan menjadi orang yang diabaikan dan dilupakan."

Bayangin gaes, perempuan dengan keimanan sekuat Siti Maryam, perempuan yang dimuliakan Allah, yang kelak jadi Ibu dari seorang Nabi, bilang kepengin mati aja😂
Bayangin coba seandainya Allah sama malaikat Jibril bilang, "Wahai Maryam, masa sih perempuan semulia engkau sedih dan stres sampai bilang begitu? Mungkin kau kurang iman, Hai Maryam. Ayo ngaji lagi yang benar! Orang mukmin gak mungkin stres."

Tapi Allah dan malaikat jibril enggak begitu dong gaes. Enggak nyinyir. Enggak ngecap yang jelek-jelek. Justru Siti Maryam dihibur. Apa kata malaikat jibril? Malaikat jibril berkata dari tempat yang rendah (posisi yang menyamankan bagi seseorang yang sedang bersedih. Bukan posisi 'komando'). "Janganlah engkau bersedih hati. Sesungguhnya Allah telah menjadikan anak sungai mengalir di bawahmu. Dan goyangkanlah pohon kurma itu, niscaya itu akan menggugurkan kurma yang matang untukmu. Maka makan, minum, dan bersenang hatilah engkau."

Itu dihibur loh gaes sama Allah dan malaikat jibril. Tapi kenapa sebagian dari manusia kalau ketemu orang yang lagi sedih, merana, stres, depresi, itu ada aja yang di komentarin, "Ah, lu sholatnya gak bener kali". Walaupun kenyataannya memang sholatnya belum baik, tapi bukan itu kalimat yang dibutuhkan saat itu. First thing first lah. Utamakan empati. Tunjukkan kepedulian dulu.

Ayat tentang Siti Maryam tadi sesungguhnya menarik sekali untuk dikaji. Karena kesesuaiaannya dengan ilmu psikologi. Maka sebenarnya ilmu psikologi itu sangat penting, dan jangan dianggap ilmu sekuler. Memang berasal dari barat, tapi bukan kah Allah mengisyaratkan supaya manusia mengenali dirinya sendiri? Barangsiapa yang mengenali dirinya sendiri, maka ia akan mengenali Tuhannya. Nah, ilmu psikologi ini hanya alat. Jika dipakai untuk menggali ke Maha Besar-an Allah, apa bisa? Tentu bisa, tergantung siapa dan bagaimana memakainya.

Jadi, untuk bahasan tentang depresi dalam pandangan islam, depresi adalah kondisi multidimensi. Bukan hanya tergantung pada kondisi spiritual seseorang. Gak sesederhana, "kurang ibadah". Bukan berarti menafikkan peran kekuatan spiritual loh ya. Memang betul, kekuatan spiritual bisa membantu. Misalnya, membuat lebih sabar, membuat tetap percaya sama kebaikan takdir Allah. Tetapi ada dimensi lain selain spiritual yang bekerja dengan cara yang berbeda. Misalnya biologis/fisiologis, yakni tentang bagaimana otak, hormon, dan tubuh secara umum. Tentu dimensi ini bisa ditreatment dengan cara yang berbeda dengan dimensi spiritual.

Maka dari itu, mari menjadi orang yang mudah berempati. Banyak orang yang sedang stres/depresi tidak mendapat respon yang sesuai (di nyinyiri, di judge, di ceramahi), sehingga malah memperparah kondisi stres/depresinya.

Jaga kesehatan mentalmu seperti kamu menjaga kesehatan fisikmu!
Salam Cinta,
Ariya~

Minggu, 01 September 2019

Merayakan Tahun Baru Islam dengan Cinta

Selamat Tahun Baru Islam!

Mengartikan Cinta dalam Hidup Versi Diri Sendiri

Sebagai seorang perempuan biasa, munafik rasanya bila tidak pernah merasakan cinta.
Cinta kepada Mamah, Ayah, Adik, keluarga besar, sahabat, teman, saudara seiman, saudara sebangsa, bahkan sampai ke lawan jenis sekalipun.

Seperti di blog-ku sebelumnya, aku pernah menceritakan bahwa aku sedang menggemari belajar tentang gender atau lebih tepatnya feminisme. Dan tepat di bulan lalu, aku mengikuti kajian Women's March Serang yang dihadiri oleh Kak Ayu Regina (lulisan Women's Studies, Korea) dan Kak Riska Karina (mahasiswi S2 UI Kajian Gender) yang membahas perihal CINTA (BUKAN) BERARTI BUTUH.

Awal mulanya ketika aku memposting sebuah foto selfie yang didalamnya ada pertanyaan dari orang lain tentang feminisme yang tidak membutuhkan laki-laki. Dan tanggapanku, adalah "aku masih membutuhkan laki-laki untuk ku cintai" namun tanggapan itu langsung dikomentari oleh Kak Ayu yang mengatakan bahwa memang benar, perempuan feminis tidak membutuhkan laki-laki. Aku yang masih belum meamahaminya pun harus menunggu Kak Ayu kembali dari Depok agar bisa berbincang langsung dengannya di Kota Serang.

Dan akhirnya tepat pada tanggal 18 Agustus 2019 Women's March Serang berkumpul di Benteng Speelwijk - Banten Lama. Dari perbincangan tersebut aku hanya bisa menyimpulkan bahwa aku ternyata memang tidak membutuhkan 'dia' yang ku cintai. Tapi melainkan aku hanya ingin bersamanya. Dan aku membutuhkan orang tuaku serta mencintai mereka dengan sangat. Simplenya begini, aku butuh oksigen dan kalau tidak ada oksigen, aku bisa mati. Lalu aku ingin sebuah smarphone dan kalau tidak ada smartphone tersebut aku hanya  gegana (gelisah, galau, merana). Ahahaha

Sampai disini, aku berusaha ikhlas untuk kisah cintaku yang memang selalu tidak jelas arah kebahagiaannya. Bahkan, rasa tak peduliku terhadap keinginan untuk mempunyai pasangan (sebagai kekasih ya, bukan suami) pun mulai menebal dalam prinsip kehidupan diri sendiri.

Yasudah, mungkin sampai disini saja ceritanya.
Artikan cintamu versi dirimu untuk dirimu sendiri dan orang-orang di sekelilingmu.
Salam Cinta, untuk kalian semua💙

Senin, 22 April 2019

Hello 2019; Aku yang Mengaku Feminis

Welcome 2019!

Tak terasa, aku mengulur waktu begitu lama untuk memberi kabar pada blog-ku di awal tahun yang (katanya) beresolusi bagi banyak orang ini. Namun seingatku, resolusi hanya tetap menjadi wacana. Atau mungkin memang ada sebagian kecil orang di muka negeri ber-flower ini yang sudah mewujudkan resolusi mereka. Selamat kepada yang sudah mewujudkannya dan, Semangat bagi yang masih berusaha mewujudkan resolusinya. Semoga segera tercapai. Aaamiin.

Di tahun 2019 ini, aku merasa sangat bersyukur masih diberikan kesempatan bisa membuka mata untuk mencicipi aliran sebelah kiri ala Marxis yang kata orang sangat berbahaya jika mengetahui atau mempelajari hal tersebut. Tetapi nyatanya, jika kita mempelajari aliran sebelah kiri dan aliran sebelah kanan atas landasan dasar yang kuat, kita bisa menjadi seseorang yang moderat atau berkecenderungan ke arah dimensi (jalan tengah). Tapi diriku sendiri melirik kedua aliran tersebut hanya untuk mempelajari isu-isu gender yang ada di negeri ber-flower ini. Selebihnya, aku belum tertarik.

Berawal dari sebuah akun instagram Lawan Patriarki yang selalu memberikan edukasi tentang segala macam isu gender, aku mulai memberanikan diri untuk bergabung di grup whatsapp mereka. Kemudian aku ditawarkan untuk ikut gabung juga di grup whatsapp Penghuni Neraka ala akun instagram Warga Negara Internet yang juga membahas isu gender seperti di grup sebelumnya. Dan akhirnya, di grup kedua inilah aku bertemu seorang perempuan yang ternyata kampusnya bersebelahan dengan kampus ku di Banten. Dia seorang mahasiswi fakultas hukum yang juga sedang tertarik dengan isu gender di Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini.

Aku dikenalkan kepada komunitas gerakan para feminis di daerah Banten, tepatnya Kota Serang dan sekitarnya. Women's March Serang, namanya. Dan aku bersyukur kembali, karena ternyata di kota yang ku rantaui ini ada fasilitas untuk diriku sendiri untuk mempelajari hal-hal yang saat ini menjadi titik fokusku. Tentu tambah semangat dong pastinya!!

Dan dari WM Serang aku memahami, bahwa di Indonesia ini masih perlu gerakan feminisme. Karena pada dasarnya feminisme di negeri ini masih belum meluas ke masyarakat terpencil dan plosok. Dimana masih banyak perempuan-perempuan yang masih dibatasi baik dalam pendidikan, ekonomi, bahkan sosial. Masih banyak perempuan yang diragukan menjadi seorang pemimpin (mungkin kecuali kalangan elite). Masih banyak perempuan yang menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual, bahkan pemerintah masih jarang menyelesaikan kasus ini. Masih banyak stigma-stigma yang berbasis gender dan seksualitas. Banyak tafsir klasik yang masih jadi pedoman masyarakat, padahal zaman sudah makin modern dan berbeda dari zaman sebelumnya. Dan yang terakhir, masih banyak kasus tentang perkawinan anak dibawah umur. 

Semua itu adalah masalah kita bersama. Sebagai perempuan, seharusnya kita bisa bersatu menyuarakan ketidak adilan di muka  negeri ber-flower ini. Dan satu lagi, tidak hanya perempuan yang harus menggerakkan feminisme, laki-laki yang mempunyai pandangan sama seperti para feminis juga bisa memperjuangkan feminisme. Dengan begitu, Negara Indonesia bisa lebih maju dengan adanya gotong-royong antara laki-laki dan perempuan yang tidak hanya di wilayah domestik (rumah tangga) tapi keseluruh sektor sosial, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya.

Terakhir dari saya untuk episode Bulan Karitini kali ini, bulannya emansipasi para perempuan di Indonesia. Selamat Hari Kartini, tentunya untuk para perempuan tangguh seantreo Nusantara. Semoga saya bisa mewujudkan impian saya untuk memberikan pemahaman tafsir hermeneutika tentang kesetaraan gender di negeri ini. Aaamiin.

Senin, 31 Desember 2018

Kilas Balik 2018

Apa Yang Paling Membuatmu Terkesan?

"Patah Hati," jawabku

Ini adalah akhir dari kisah ini. Bagiku, semua ini diperuntukkan diriku sendiri tanpa harus ada yang membacanya lagi. Ini hanya akan menjadi kenangan ku semasa hidupku nanti. Semoga aku akan selalu ingat dengan orang-orang yang ku maksud di catatan ini.

Hai 2018!
Terima kasih sudah memberikan banyak kesan yang ku dapat di tahun ini. Walaupun itu banyak yang sangat menyakitkan, pastinya.

Aku bersyukur pernah merasakan berjuang mempertahankan perasaanku kepada seorang pria yang aku sayangi selama hampir genap satu tahun.
Aku bersyukur bisa kenal lebih dekat dengan seseorang yang tadinya amat tidak aku sukai, setidaknya aku bisa lebih berhati-hati untuk tidak menyukai seseorang ataupun dekat dengan orang lain lagi.

Aku bersyukur punya empat orang sahabat, yang selalu mendengarkan semua keluh kesahku yang itu-itu aja. Aku yakin, mereka pasti bosan. Tapi mereka menyembunyikan semua itu, dan tak lepas memberikan aku nasehat terbaik versi mereka masing-masing.
Aku sayang kalian!

Aku bersyukur punya anggota seperti mereka di konfigurasi tempat ku berproses semasa kuliah ini. Mereka selalu hadir dihidupku dengan warnanya masing-masing. Apapun hasil mereka, asal sesuai dengan yang aku arahkan, aku selalu bangga kepada mereka!
Semoga aku selalu bisa mengarahkan mereka semampu yang aku bisa dan tanpa mereka meminta.

Tenagaku terkuras habis untuk konfigurasi yang ku cintai ini. Tak apa. Aku bahagia, malah! Hanya saja, aku berharap. Setelah mereka aku arahkan, mereka tidak menyakitiku dengan berbalik arah pergi meninggalkan arah jalan yang sudah ku tunjuki. Itu harapanku di tahun 2019 dan seterusnya.

Terima kasih 2018!
Ini sungguh menyakitkan namun, aku tak mungkin bisa untuk tidak tetap tersenyum. Biarkan hatiku yang patah, namun semangat mengabdi dan memberikan yang terbaik ini tidak boleh patah apalagi sirna.
Selanjutnya, akan ada Resolusi 2019 yang harus aku wujudkan!
Semangaaaat!

Jumat, 07 Desember 2018

Inikah Jalan Dari-Nya?

Aku Hanya Perlu Tuntunan~

Hanya bisa melalui do'a yang kau ajarkan

Setelah kisahku berhenti di “Ambisi atau Hati?!” kini, kisahku mulai lagi di kasih yang baru. Kata mereka, aku terlalu mudah untuk jatuh cinta namun paling sulit jika disuruh move on. Yaa, mendengar kata mereka yang seperti itu aku hanya bisa balas dengan kata “wik wik wik wik”

Kasih ku ini dimulai saat aku sedang tidak menyukai seseorang yang menjadi pionir di konfigurasi tempat ku berproses. Entah kenapa aku jadi seperti ini, ditanya oleh temanku pun hanya bisa ku jawab "Aku cuma gak suka dia. Itu aja"

Dan diawal kisah yang tak pernah ku sangka. Kedekatan kami seperti terlihat aneh di beberapa mata temanku yang mulai memperhatikan tingkah kami, bahkan dimataku pun ini sangat aneh!

Awalnya aku hanya bisa berharap.
Oh tidak!
Aku selalu seperti ini.
Berharap pada seseorang yang belum pasti hatinya untuk siapa.

Ya Tuhan, andai aku bisa meminta sesuatu. Aku hanya ingin berjodoh dengannya. Jika memang tidak jodoh, berikan seorang pria yang memang pantas untuk bersanding denganku. Dengan duniaku yang nyaris hancur ini. Dengan diriku yang nyaris menjadi pecandu dunia gelap. Tapi, aku sangat ingin bersama dirinya. Karena dia selalu mengajarkan hal baik yang memang ternyata sangat aku butuhkan. Dia menuntunku. Seandainya dia bukan jodohku, lewat doa yang dia ajarkan padaku, aku ingin memiliki pasangan yang seperti dirinya. Aaamiin.

*****

Kedekatan kami tak berlangsung lama, karena memang seharusnya aku tak berada diantara dia dan kekasihnya. Dia menyudahi semua kedekatan ini sebelum semuanya sangat terlambat. Walaupun sebenarnya dimataku sudah nyaris terlambat.

Kembali lagi seperti di kisah kasih pertama.
Aku ikhlas. 
Apapun yang terjadi, hatiku akan kembali pulih. Walaupun dengan waktu yang lumayan lama. Tapi mulai sekarang, aku tak ingin menaruh harapan apapun pada seorang pria. 
Sudah cukup~

Memosisikan Diri Sebagai Leeteuk Super Junior

  Happy15thAnniv_WalkTogether! Park Jung Soo a.k.a Leeteuk Super Junior Bagiku, sosok Leeteuk wajib dicintai. Jangankan aku, ELF (sebutan  p...